Saturday 6 May 2017

Manusia Memang Makhluk yang Kompleks

Aku tidak mengerti. Beberapa waktu lalu, seseorang bisa sangat tidak peduli pada lingkungannya, pekerjaannya, bahkan tentang apa pendapat orang tentangnya. Tapi di waktu tertentu, seseorang itu bisa sangat peduli terhadap hal-hal kecil, bahkan bisa berusaha keras yang membuatnya menjadi sosok lain yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Aku juga melihat bagaimana orang terus-menerus mengeluhkan pekerjaannya tetapi tidak melakukan apa pun untuk mencari pekerjaan lain. Tetapi aku juga melihat saat ketika orang itu membanggakan pekerjaannya sedemikian rupa seolah pencapaiannya luar biasa. Apa itu? Mengeluh tetapi juga bangga? Yang benar saja.

Semakin aku tidak mengerti ketika manusia mulai membandingkan status dengan pekerjaan. Lajang, menikah dengan anak, dan menikah belum memiliki anak. Kalimat-kalimat seperti, ‘kamu kan single, lembur ga pa pa, kamu kan belum punya anak, gak ada yang ngerecokin kalo kerja di rumah,’ dan kalimat semacamnya. Seolah, cara bekerja seseorang ditentukan oleh statusnya. Padahal yang aku tahu, status dan pekerjaan, tidak boleh dicampuradukkan. Seandainya dalam pekerjaan ada toleransi-toleransi semacam itu, maka aku pun menginginkan toleransi yang besar. Tetapi aku memilih menutupnya. Kehidupan pribadiku hanyalah untukku, tidak ada hubungannya dengan pekerjaanku. Selama aku masih bisa berjuang, aku tidak akan meminta apa pun.


Tiba-tiba aku ingat ketika aku menulis tentang status lajang yang belum tentu tidak memiliki masalah. Waktu itu, aku tersentil oleh kalimat seseorang, ‘kamu kan masih single, duit pasti terkumpul, ga ngurus apa-apa’. Aku tidak suka, karena single bukan berarti tidak menganggung apa-apa. Aku lebih tidak suka lagi ketika ada yang berkomentar, ‘iya, single kan juga butuh jalan-jalan, kita butuh refreshing, kan banyak duit keluar juga’. Aduhai anak muda, bukan ongkos jalan-jalan yang gue omongin, gue mau bilang kalo banyak anak muda yang masih single tapi memperjuangkan setiap tetes keringatnya untuk keluarganya, bahkan tak ada sepeserpun hasil keringatnya yang bisa dibuatnya sekedar nongkrong di cafĂ©. Damn it!

Manusia kompleks lain yang kutemui adalah seseorang yang dengan mudahnya memberikan perintah kepada orang lain seolah orang lain adalah sosok yang harus patuh kepadanya. Beruntungnya dia tidak perlu memerintahku karena aku orang yang spontan menolak ketika diperintah. Aku hanya malas, itu saja. Aku orang yang mengutamakan melakukan apa yang kusukai. Hal yang harus kulakukan tapi tidak kusukai, akan kulakukan nanti, ketika aku sudah menyelesaikan apa yang kusukai. Ya, begitulah. Ternyata aku juga manusia kompleks.

Hal-hal kompleks ini sempat membuatku ingin mengasingkan diri, yah meskipun secara alami aku ini orang yang sangat malas bersosialisasi, aku masih mempertimbangkan untuk sekedar berbincang dengan orang baru agar terlihat normal. Akan tetapi melihat manusia yang sedemikian kompleks, aku menjadi malas kembali, mungkin sebaiknya aku sendiri saja karena aku cenderung untuk melukai perasaan orang yang bagiku terlalu kompleks dan tidak bisa kumengerti. Sampai akhirnya aku menemukan banyak orang baik yang membuatku menyadari, manusia memang kompleks, tetapi banyak manusia yang sederhana, tidak banyak berpikir, tidak banyak mengeluh, tidak banyak membenci, bahkan tidak pernah membenci. Mereka terlihat seperti kepulan asap putih di antara semburan debu warna-warni. Mereka berbeda dan membuatku ingin menirunya.

Kemarin, keponakanku menjalani operasi untuk mencegah pembengkakan di bola matanya. Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa, aku panik tentu saja. Sehingga membuatku panik juga terhadap hal-hal kecil di sekitarku. Aku hampir saja merusak semuanya andai tatapan itu tidak muncul di pikiranku. Tatapan keserakahan dan ketakutan akan disingkirkan. Aku tidak berniat menyingkirkan siapa pun. Berhentilah menghakimiku. Aku sudah cukup puas dengan apa yang kumiliki sekarang. Aku tidak menginginkan hal lebih. Aku memang menginginkan banyak hal tetapi tak satu pun berhubungan dengan kalian. Tenang saja.

Aku bahkan tidak memiliki impian tentang lingkungan tempatku berada sekarang. Aku hanya ingin hidup tenang, tak ada paksaan, tak ada beban yang berarti, tak perlu menjadi sosok yang harus mendominasi orang lain. Aku hanya ingin tetap bisa tidur kapan aku mau, bisa begadang kapan pun kumau, dan bisa mempelajari hal-hal yang terlewati selama aku sibuk memikirkan betapa kompleksnya manusia. Tentang beberapa ‘tuduhan’ yang menganggapku menginginkan A, B, C, you damn bi**ch, aku ini pemalas, aku lebih memilih tidur-tiduran sambil menonton film daripada harus bekerja siang malam hanya untuk sesuatu yang kalian anggap hebat itu. Aku mungkin sering bercanda tentang uang dan kekuasaan, tetapi itu hanyalah agar aku terlihat ‘normal’.

Aku menyadari, aku sendiri kompleks. Aku tidak tahu cara bersosialisasi dengan tetangga, aku tidak tahu cara berbasa-basi dengan orang baru dan aku tidak tahu cara menunjukkan cinta. Iya, cinta. Aku mencintai banyak orang, di antaranya keluarga, sahabat, teman, tetapi aku tidak pernah tahu bagaimana cara menunjukkannya. Aku sering menerima perlakuan yang sangat baik dari mereka, yang sering membuatku berpikir, ‘apa yang telah kulakukan sampai mereka sebaik ini? Dan apa yang harus kulakukan untuk membalas kebaikan mereka ini?’ Terkadang, aku berpikir lebih baik aku sendiri saja daripada aku bingung bagaimana bersikap. Tetapi selalu ada seseorang yang membawaku keluar dari pikiran itu dan berakhir dengan aku yang kata orang memiliki sifat sanguine.

Lagi-lagi, julukan itu membuatku menganggap kalau manusia adalah makhluk kompleks.

Ah, sudahlah, tulisan ini pun kompleks. Hanya lintasan-lintasan pikiran yang sering muncul dan akhirnya terpendam sehingga membuatku menyesali mengapa aku harus memikirkannya. Padahal aku bisa menggunakan waktuku yang terbuang itu untuk menonton film-film baru. Aku memang menyebalkan. Mungkin di luar sana, ada seseorang yang sedang membenciku setengah mati karena aku yang sedemikian sulit dimengerti. Entahlah.

Manusia memang makhluk kompleks. Begitu juga aku.

No comments:

Post a Comment