Masih di bukit yang sama, tempat kita dulu sering bercengkerama. Untuk melepas penat, menikmati langit, memuji keindahan bulan, dan membaca rasi bintang dengan cara yang berbeda. Waktu itu kita hanya tahu satu rasi bintang, hanya "gubuk penceng".
Masih dapat kurasakan getar kebahagian kita, masih dapat kudengar renyah tawa kita, masih dapat kulihat binar ceria kita.
Sungguh terasa sama. Aku berdiri di sini, memandang bayangan kita, duduk berbaris, berebut posisi paling dekat dengan pohon kelapa. Pohon itu menjadi sandaran kelelahan kita, saksi masa lalu kita.
Di bukit ini juga kita berpisah, bertukar khayalan tentang masa depan. Berjanji untuk berlomba meraih impian-impian kita. Berharap dengan indahnya, agar semua selalu berakhir dengan tawa.
Kita selalu berjanji untuk tidak meneteskan air mata, apalagi menyumpahi dunia. Tidak. Itu bukan diri kita. Karena bukit ini bukit tawa, bukit yang ceria.
Aku masih di bukit ini, mengenang saat kita masih di sini, berharap waktu bisa diputar kembali. Di bukit tawa ini, kutitipkan semua rindu di hati.
Kayaknya ni note di fb-mu ya? Emang di Jambi ada bukit?
ReplyDelete@millati_bae: Yoaa...ini dari fb. Banyak bukit di Merangin :-)
ReplyDelete