Sunday 20 January 2019

Bagaimana Hidup Setelah Kehilangan

Aku tidak pernah tahu kehilangan ibuku bisa menjadi begitu berat dan bisa menjadi sebuah titik balik dalam proses belajar menjalani hidupku. Sewaktu kehilangan bapak 11 tahun lalu, aku hanya kehilangan beberapa cita-citaku. Lebih tepatnya, aku sengaja menguburnya karena aku tidak berminat lagi. Tetapi aku masih memiliki ibuku yang membuatku membangun cita-cita dan mimpi-mimpi lain. Cita-cita dan mimpi-mimpi yang kunyanyikan setiap malam agar bisa kukirim ke dalam otakku untuk segera meraihnya. Malam-malamku selalu indah. Sampai ketika sebuah kabar penurunan kondisi kesehatan ibuku yang sangat drastis.

Tentu saja aku pernah bertanya pada Allah, mengapa aku harus menghadapi ini, mengapa harus ibuku yang mengalaminya? Tentu saja aku pernah memiliki pengandaian, andai ibuku sehat kembali seperti dulu. Tentu saja aku pun pernah menangis karena tidak tahu harus berdoa tentang apa di antara berbagai kelelahan yang kuhadapi.

Aku masih memegang mimpi-mimpiku saat itu. Ya, saat itu, beberapa hari sebelum ibuku mengembuskan napas terakhirnya dalam pelukanku. Bersama dengan napas terakhirnya, mimpi-mimpiku pudar. Aku tidak tertarik lagi pada apa yang seharusnya kukejar. Aku hanya berpikir apakah aku akan bisa hidup normal setelah ini.

Lima bulan berlalu, aku masih memiliki ingatan tawa terakhir ibuku di rumah sakit. Aku masih memiliki ingatan terakhir sentuhan tangan ibuku waktu membangunkanku ketika aku tertidur di dekat kakinya. Aku masih menangis di beberapa malam ketika hatiku sakit tak tertahankan. Setidaknya, aku tidak menangis setiap malam seperti sebelumnya. Hanya saja, aku mulai merasakan apa itu kesepian. Sepi tanpa cerita-ceritanya, tanpa nasihat-nasihatnya, bahkan marahnya adalah hal paling kurindukan.

Orang lain mungkin manjalani dengan cara yang berbeda, kembali hidup seperti sebelumnya. Tetapi aku tidak. Cita-cita dan mimpi-mimpiku yang pudar, tidak bisa kutarik lagi. Beberapa kali aku mencoba membuka, mencoba memulai tetapi hatiku selalu berkata tidak. Hatiku tidak di sana lagi. Kalaupun aku meraihnya, aku akan melakukannya tanpa hatiku. Sekarang mungkin aku hanya menunggu waktuku habis. Sampai saat itu tiba, aku hanya akan mencoba hidup.

No comments:

Post a Comment