Sunday 2 February 2014

Aku Saat Masih Bocah dan yang Kupikirkan Ketika Ditanya Orang Dewasa

Waktu kita masih anak-anak, zaman masih pake seragam putih merah, ingat ga sih masa-masa itu adalah masa-masa sering ditanya-tanya oleh orang-orang dewasa? Pernah gak sih, kesal karena keseringan ditanya pertanyaan yang sama? Atau pertanyaan yang harusnya mereka tahu tapi ngapain nanya ke kita coba?

Trus pengen banget gitu teriak "berhenti nanya-nanya. Capek tahu ditanya-tanya mulu". Tapi gak pernah bisa keucap karena takut dikeplak simbok bikin ortu malu atau takut gak dapat uang jajan karena gak sopan habis itu diceramahi panjang lebar ama bapak.

Hehe, ada yang senasib gak ya? Atau jangan-jangan cuma saya yang punya pikiran-pikiran nakal, anak-anak lain gak? Haha, apa aja lah, yang penting saya mau nulis kekesalan saya ini, semoga ada orang dewasa yang baca dan gak nanya-nanya saya lagi. (eh, gak bakal lagi ada yang nanya ya, kan udah gak penting ditanya)

  1. Pagi-pagi lewat depan rumah orang, pake seragam putih merah, pake sepatu, bawa tas. Yang punya rumah keluar trus nanya "sekolah, Nduk?" (Nduk = Nak).
    --> Yang saya pikirin, "ya iya lah, ke sekolah, gak lihat apa pake seragam gini, masa' ke sawah". Tapi di luar tetep senyum ke orang yang nanya.
  2. Siang, lewat depan rumah orang, pake seragam putih merah, pake sepatu, bawa tas. Yang punya rumah kebetulan lagi di teras trus nanya, "udah pulang, Nduk?"
    --> Haduuuhh, ya jelas udah pulang, kalau belum, gak mungkin aku nongol di sini.
  3. Pulang sekolah ketemu saudara dari ortu, "dapat nilai berapa tadi, Nduk?"
    Saya jawab, "sepuluh".
    Beliau bilang, "kok sepuluh, harusnya seratus dong. Besok-besok seratus ya."
    --> Merutuk dong, lha wong yang ngasih nilai kan guru. Kalau gurunya ngasih nilai bentuknya satuan (1, 2, 3,... 10) masa' aku nyuruh gurunya ganti jadi puluhan (10, 20, 30,.... 100).
  4. "Kalau udah gede, mau jadi apa, Nduk?" Saudara yang lebih tua belasan tahun nanya.
    "Jadi guru,"
    "Guru kan gajinya kecil, jadi dokter aja," kata saudara.
    --> Ya e laah, tadi nanya, udah dijawab kok nyalahin?
  5. "Satu tambah satu berapa, Nduk?" tanya ortu.
    "Dua, Pak," jawab saya.
    "Kalau tiga tambah tujuh?" tanya ortu lagi.
    "Sepuluh," sambil mikir, ni nanya apa ngetes sih? Ngetes pasti ni. Gak mungkin gak tahu.
    "Kalau empat tambah tiga?" tuh kan nanya lagi, pasti ngetes kan.
    "Gak tahu," jawab saya tanpa menoleh.
    Ortu kaget, "lho, masa' gak tahu? Kan gampang itu."
    --> Kalau gampang kenapa nanya coba? Tuh ngetes, aku ni gak perlu dites kali, udah capek dites mulu di sekolah.
  6. "Ini bacanya apa, Dek?" tanya sepupu jauh, jauh banget rumahnya, sejam lebih perjalanan sambil nunjuk papan reklame.
    "Gak tahu," ama yang ini berani ngelawan, lagian udah pengalaman dites.
    "Lho, kelas berapa, kok belum bisa baca?" bingung dia sambil noleh ke simbok saya.
    Trus simbok yang ngerasa harga dirinya tercabik-cabik gak percaya saya gak bisa baca, ikut nimbrung, "apa itu bacanya, Nduk?"
    "Itu tulisannya kecil-kecil," pake alasan dong, biar seru.
    "Itu bacanya, Merokok dapat menyebabkan kanker, ......" kata sepupu jauh sambil nepuk-nepuk punggung saya.
    --> Nah tu tahu, ngapain nanya.
Hmm, apa lagi ya, baru ini yang teringat, ada lagi gak ya...


No comments:

Post a Comment