Aku tidak pernah tahu kehilangan ibuku bisa menjadi begitu berat dan
bisa menjadi sebuah titik balik dalam proses belajar menjalani hidupku. Sewaktu
kehilangan bapak 11 tahun lalu, aku hanya kehilangan beberapa cita-citaku.
Lebih tepatnya, aku sengaja menguburnya karena aku tidak berminat lagi. Tetapi
aku masih memiliki ibuku yang membuatku membangun cita-cita dan mimpi-mimpi
lain. Cita-cita dan mimpi-mimpi yang kunyanyikan setiap malam agar bisa kukirim
ke dalam otakku untuk segera meraihnya. Malam-malamku selalu indah. Sampai
ketika sebuah kabar penurunan kondisi kesehatan ibuku yang sangat drastis.
Tentu saja aku pernah bertanya pada Allah, mengapa aku harus
menghadapi ini, mengapa harus ibuku yang mengalaminya? Tentu saja aku pernah
memiliki pengandaian, andai ibuku sehat kembali seperti dulu. Tentu saja aku
pun pernah menangis karena tidak tahu harus berdoa tentang apa di antara
berbagai kelelahan yang kuhadapi.
Aku masih memegang mimpi-mimpiku saat itu. Ya, saat itu, beberapa hari
sebelum ibuku mengembuskan napas terakhirnya dalam pelukanku. Bersama dengan
napas terakhirnya, mimpi-mimpiku pudar. Aku tidak tertarik lagi pada apa yang
seharusnya kukejar. Aku hanya berpikir apakah aku akan bisa hidup normal
setelah ini.
Lima bulan berlalu, aku masih memiliki ingatan tawa terakhir ibuku di
rumah sakit. Aku masih memiliki ingatan terakhir sentuhan tangan ibuku waktu
membangunkanku ketika aku tertidur di dekat kakinya. Aku masih menangis di
beberapa malam ketika hatiku sakit tak tertahankan. Setidaknya, aku tidak
menangis setiap malam seperti sebelumnya. Hanya saja, aku mulai merasakan apa
itu kesepian. Sepi tanpa cerita-ceritanya, tanpa nasihat-nasihatnya, bahkan
marahnya adalah hal paling kurindukan.
Orang lain mungkin manjalani dengan cara yang berbeda, kembali hidup
seperti sebelumnya. Tetapi aku tidak. Cita-cita dan mimpi-mimpiku yang pudar,
tidak bisa kutarik lagi. Beberapa kali aku mencoba membuka, mencoba memulai
tetapi hatiku selalu berkata tidak. Hatiku tidak di sana lagi. Kalaupun aku
meraihnya, aku akan melakukannya tanpa hatiku. Sekarang mungkin aku hanya
menunggu waktuku habis. Sampai saat itu tiba, aku hanya akan mencoba hidup.
No comments:
Post a Comment