Berbagai pertanyaan bergelayutan, "apakah aku yang membunuhnya? Apakah aku yang membuatnya meminta kematiannya? Apakah aku yang membuatnya menyesali keberadaannya?"
Ambisiku memudar seketika. Cita-citaku menyublim bersama idealisme-idealisme yang kubangun untuk membuatnya bangga. Sisa idealisme yang separuhnya telah menyublim sebelas tahun lalu setelah kehilangan bapak.
Aku masih sama. Masih menikmati dunia, masih bercanda, masih bisa membuatmu tertawa. Di luar. Di luarnya saja. Di dalamnya, aku serpihan tak bernyawa. Tak memiliki rasa. Semuanya hampa. Aku tidak berharap apa-apa lagi tentang dunia. Kubiarkan saja langkahku seadanya.
Aku hanya berharap, doaku sampai pada mereka. Itu saja.
No comments:
Post a Comment